Selama ini pelajau (ada juga yang nyebut pelanjau, empelanjau) sudah dikonsumsi masyarakat dalam bentuk mentah atau diolah sederhana, yaitu digoreng atau digunakan sebagai campuran dalam sayur. Dengan demikian secara empiris buah pelajau ini edible (dapat dimakan, tidak berbahaya). Pada zaman dahulu, pelajau sering digunakan sebagai cadangan makanan dengan cara buah pelajau (dikupas atau tidak) dikeringkan, sehingga dapat disimpan dalam waktu lama, namun generasi sekarang sudah jarang yang menyimpan pelajau sebagai cadangan makanan.
Saya tertarik meneliti buah pelajau ini karena pada saat musim buah, begitu banyak buah pelajau yang hanya jatuh terbawa aliran sungai, tidak termanfaatkan. Sehingga saat itu kita bisa lihat sungai penuh dengan buah ini….but, sorry ada kesalahan teknis waktu itu sehingga kami tidak punyai foto yang bisa ditampilkan di sini….hiks.
Ini foto buah pelajau sebelum dikupas (kulit coklat tebal) dan setelah dikupas.
Penampilan biji buah pelajau sangat mirip dengan almond. Rasanya pun gurih, mirip sekali dengan rasa kacang-kacangan, walaupun dalam taksonomi biologinya tanaman pelajau masuk dalam famili Anacardiaceae, bukan kelompok kacang-kacangan (Leguminoceae).
Hasil yang diperoleh dari analisis proksimat tepung biji buah pelajau diperoleh hasil: kadar air 9,96 %; kadar abu 3,10%; kandungan karbohidrat 23,2 %; protein 9,66 %; dan lemak 14,52 %.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa biji buah pelajau sangat potensial sebagai bahan pangan. Bahkan nilai lemak dan protein termasuk dalam kategori sangat baik. Dengan demikian biji buah pelajau sangat potensial digunakan sebagai bahan pangan dan dapat dijadikan cadangan makanan.
Selain itu saya juga belum punya informasi tentang jumlah pohon dan penyebarannya di Kalbar, sehingga belum bisa dihitung potensi produksinya.
Mungkin ada yang punya info? Bisa sharing dengan saya. Siapa tahu pelajau bisa dijadikan salah satu produk pangan yang bisa dieksplorasi lebih dalam lagi.
Warm regards,
Maherawati